Selasa, 28 Juli 2009

Virtual Project : SAP Development Project at ERPWeaver.com

Kabar gembira untuk rekan-rekan alumni peserta pelatniihan SAP ABAP
BC400/BC430.
Dalam rangka meningkatkan SDM IT Indonesia, Komputer & Teknologi
bekerja sama dengan ERPWeaver.com dan IPOMS Indonesia akan
menyelenggarakan "SAP Development Project (SDP) Event" khusus untuk
alumni Pelatihan ABAP Komputer & Teknologi.
Dalam event SDP Ini peserta dapat belajar, mengenal dan merasakan
bagaimana sesungguhnya bekerja di "real" SAP Project. Peserta akan
diminta menbuat dokumen Functional Design Specification (FDS) dan
Technical Design Specification (TDS) untuk masing-masing project yg
akan ditentukan.
Development yang akan dilaksanakan adalah berbasiskan RICE
(Reporting, Interface, Convertion & Enhancements)
Lama proyek akan berlangsung sekitar 3 bulan. Pada saat proyek
berlangsung peserta akan melakukan:

- SAP Project Methodology / Best practice

- Weekly meeting / Status meeting (laporan/report dari pekerjaan
yang ditangani).

Internal Peer Review: Peserta akan merepresentasikan hasil
pekerjaannya ke client (pemberi pekerjaaan).

Integration test: Testing aplikasi yg dibuatnya dengan module lain
yg terkait.


- Go Live.

Peserta yg berhasil Go Live akan diberikan Certificate of Project
Completion dan Certificate of Excelence bagi yg terbaik.

Project Kick off /due date akan diberitahukan kemudian.

Mengenal Business Intelligence Software (BI)

Bicara mengenai software aplikasi dalam dunia industri, sampai saat ini yang
merupakan state-of-the-art technology adalah aplikasi ERP (Enterprise
Resource Planning). Sampai tahun 2005 ini tidak ada software aplikasi yang
dapat melebihi kecanggihan ERP. Tidak mengherankan karena ERP telah mencakup
keseluruhan organisasi, dan meliputi semua aktivitas dalam organisasi. Namun
bagi yang berkecimpung di dunia IS/ES (Information System/Enterprise System),
kita dengan mudah belajar bahwa pasti akan ada aplikasi-aplikasi lain yang
akan muncul dan memberikan benefit-benefit baru pada praktisi industri.
Benefit yang tidak mampu untuk disediakan oleh software yang lama.
Bila kita ikuti trend perkembangan software IS/ES -dari MRP I, MRP II,
hingga ERP- titik berat perkembangannya adalah pada otomasi proses bisnis.
Inti pemikirannya adalah bila task rutin di tingkat shop floor yang bersifat
repetitif bisa diselesaikan oleh komputer (dengan bantuan sistem informasi)
maka produktivitas karyawan bisa ditingkatkan. Makin banyak volume pekerjaan
yang terselesaikan. Bila produktivitas karyawan meningkat dengan demikian
akan terjadi efisiensi produksi.
Sebenarnya dari paparan di atas pun, dengan mudah kita dapat kenali
kelemahan dari software-software IS/ES tadi. MRP I, MRP II sampai ERP hanya
bicara mengenai efisiensi. Penghematan biaya, penghematan waktu, penghematan
inventory, dan lain sebagainya. Bagaimana dengan efektivitas?
Di era persaingan global ini, tuntutan untuk "do the right thing" jauh lebih
besar dan lebih sulit untuk dilakukan dibandingkan dengan "do things right".
Percuma bicara efisiensi distribusi bila ternyata yang kita produksi tidak
laku karena modelnya tidak disukai pasar. Percuma bicara penghematan waktu
dan biaya di shop floor bila pesaing kita melakukan outsourcing produksi dan
mereka tetap tidak kehilangan competitive edge.
Karena itulah muncul topik-topik seperti CRM dan SCM yang populer belakangan
ini. Di dunia IS/ES kita mengenal satu software yang sedang banyak
dibicarakan, yaitu Business Intelligence Software (BI).
Apa itu BI? Business Intelligence Software (BI) secara singkat juga dikenal
sebagai dashboard. Ini karena secara umum BI berfungsi seperti halnya
dashboard pada kendaraan. BI memberikan metrik (ukuran-ukuran) yang
menentukan performa kendaraan (organisasi). BI juga memberikan informasi
kondisi internal, seperti halnya suhu pada kendaraan. Dan BI juga memberikan
sinyal-sinyal pada pengemudi bila terjadi kesalahan pada kendaraan, seperti
bila bensin akan habis pada kendaraan. Semuanya berguna bagi pengemudi agar
mampu mengendalikan kendaraannya dengan lebih baik dan mampu membuat
keputusan yang tepat dengan lebih cepat.
Pada prakteknya, BI akan berfungsi sebagai analis, penghitung scorecard,
sekaligus memberikan rekomendasi pada user terhadap tindakan yang sebaiknya
diambil. Dengan menjalankan fungsi dashboard, user BI akan mengenali potensi
ketidakberesan pada perusahaan sekaligus dengan penyebabnya sebelum hal
tersebut berkembang menjadi masalah yang besar. BI akan berfungsi memberikan
advance alarm, memberikan informasi trend dan melakukan benchmark.
Jadi kenapa perusahaan harus mengadopsi dashboard? Ada 7 keunggulan utama BI
yang akan memberikan value bagi perusahaan:
1. Konsolidasi informasi
Dengan BI dijalankan di dalam perusahaan, data akan diolah dalam satu
platform dan disebarkan dalam bentuk informasi yang berguna (meaningful) ke
seluruh organisasi. Dengan ketiadaan information assymmetry, kolaborasi dan
konsolidasi di dalam perusahaan dapat diperkuat. Dengan konsolidasi, maka
dapat dimungkinkan pembuatan cross-functional dan corporate-wide reports.
Meskipun harus diakui, benefit ini juga mampu disediakan oleh software ERP.
2. In-depth reporting
Software Business Process Management (BPM) memang mampu memberikan report
dan analisis, namun cukup sederhana dan hanya bertolak pada kondisi intern.
Sedangkan BI mampu menyediakan informasi untuk isu-isu bisnis yang lebih
besar pada level strategis.
3. Customized Graphic User Interface (GUI)
Beberapa ERP memang berusaha membuat tampilan GUI yang user friendly, namun
BI melangkah lebih jauh dengan menyediakan fasilitas kustomisasi GUI.
Sehingga tampilan GUI jauh dari kesan teknis dan memberikan view of business
sesuai dengan keinginan masing-masing user.
4. Sedikit masalah teknis
Ini karena -pertama- sifatnya yang user friendly meminimasi kemungkinan
operating error dari user, dan -kedua- BI hanya merupakan software pada
layer teratas (information processing) dan bukan business process management.

5. Biaya pengadaan rendah
Karena BI hanya software yang bekerja pada layer teratas dari pengolahan
informasi, harga software-nya tidak semahal ERP. Biaya pengadaannya pun
menjadi lebih murah dibandingkan ERP.
6. Flexible databank
BI membuka kemungkinan untuk berkolaborasi dengan ERP sebagai pemasok
databank yang akan diolah menjadi reports dan scorecard, namun BI juga dapat
bekerja dari databank yang dibuat terpisah. BI pun menjadi terbuka untuk
digunakan oleh analis profesional dan peneliti, yang data olahannya bersifat
sekunder.
7. Responsiveness
Sifat dashboard (BI) lain yang tidak dimiliki oleh ERP adalah dalam hal
kecepatan (responsiveness). Misalnya pada penghitungan service level sebagai
salah satu Key Performance Indicator (KPI). Fungsi dashboard akan memberikan
peringatan kepada user sebelum batas bawah dalam service level (lower limit)
terlampaui. Akibatnya masalah bisa ditangani sebelum benar-benar muncul ke
permukaan. Salah satu contoh pada industri kesehatan, penggunaan BI berjasa
mencegah penyebaran suatu penyakit/wabah secara luas (outbreak).
Nama-nama vendor BI memang masih asing di Indonesia. Beberapa nama yang
terkemuka antara lain Business Object, Cognos, Hyperion, MicroStrategy, SAS
dan Bowstreet.
Di Amerika Utara dan Eropa, saat ini kustomer BI telah tersebar luas pada
sektor industri-industri terbesar seperti bank, airline, energi, elektronik,
kesehatan, agrikultur. Vendor-vendor BI juga telah berkolaborasi dengan
vendor-vendor Supply-Chain, Operating System (Windows, Unix, Linux), dan
software BPM seperti SAP, Oracle, IBM dan EMC. Kolaborasi ini menyebabkan
kustomer yang mengimplementasikan BI tidak memiliki kesulitan dalam hal
integrasi dengan sistem yang selama ini ada di organisasi mereka.
Bagaimana trend ke depan? Bila di Indonesia dashboard masih barang yang
baru, di Amerika dan Eropa saat ini timbul kecenderungan pengguna BI turun
dari level eksekutif ke level office worker. Penggunaan BI pun meluas, dari
yang semula hanya ditujukan pada top-level decision-maker ternyata pada
prakteknya sangat bermanfaat juga bagi daily decision-maker. Ini karena
dashboard -dengan setting metrik yang tepat- bisa mengurangi waktu siklus
pengolahan informasi dan pada akhirnya meningkatkan efektivitas karyawan
dalam pengambilan keputusan.
Bagaimana dengan ukuran industri? Sebagaimana data terakhir pada pertengahan
2005 menunjukkan, 60% perusahaan AS yang berpendapatan di atas $100 juta
telah mengimplementasi BI. 40% sisanya berencana implementasi sebelum 2006
berakhir.
Bagaimana industri di Indonesia?

Modul-modul Enterprise Resource Planning (ERP) Systems

1. Item Master Management (IMM)
2. Bill Of Material (BOM)
3. Demand Management (DM)
4. Sales and Order Management (SOM)
5. Master Production Scheduling (MPS)
6. Material Requirements Planning (MRP)
7. Capacity Requirement Planning
8. Inventory Mangement (INV)
9. Shop Floor Control (SFC)
10. Purchasing Management (PUR)
11. General Ledger (GL)
12. Account Payable (AP)
13. Account Receivable (AR)
14. Cost Control (CO)
15. Financial Reporting (FIR)

ERP Implementasi: Alokasi Varians Biaya Produksi

Sejalan dengan migrasi ke sistem Enterprise Resource Planning (ERP)
yang baru, sebuah perusahaan yang sebelumnya menerapkan system
informasi yang belum terintegrasi antara production site, Head
Office dan Marketing memperoleh sejumlah keuntungan, termasuk
integrasi data dari mulai supplier bahan baku, barang dalam proses
produksi, tenaga kerja, customer sampai dengan informasi penjualan,
serta percepatan waktu dalam proses pelaporan keuangan. Namun,
terlepas dari kemampuannya meng-handle database dalam jumlah besar,
ternyata ERP yang digunakan oleh perusahaan menyimpan sedikit
masalah yang dapat mempengaruhi analisa dan keputusan manajemen.

Sistem standard costing yang digunakan oleh ERP yang baru,
menghasilkan sejumlah varians biaya produksi yang dihasilkan dari
proses produksi. Standard cost yang dihitung melalui estimasi biaya
dan aktivitas produksi untuk setahun produksi, dan di input dalam
database, akan dijadikan patokan dalam sejumlah proses dalam
production line. Standard cost ini termasuk material rate, labor
rate, factory overhead (FOH) rate dan burden (variable FOH) rate.
Beberapa varians yang dihasilkan dari proses produksi antara lain
adalah purchase price variance, material rate variance, material
usage variance, price revaluation variance, labor rate variance,
labor usage variance, burden rate variance, account payable usage
variance, dan account payable rate variance, yang terakumulasi pada
akhir periode pelaporan.

Masalah yang muncul pada laporan keuangan akhir periode adalah nilai
persediaan di neraca disajikan dengan nilai standar, sedangkan semua
variance akan timbul pada laporan laba rugi. Tiba saatnya bagi
manajemen untuk mengukur efisiensi dari biaya produksi secara total,
berapakah sebenarnya biaya yang dikeluarkan dan termasuk dalam
persediaan hasil produksi, yang terjual dan yang masih tersimpan di
gudang pabrik. ERP yang ada saat ini tidak mempunyai fasilitas untuk
menghitung dan mengalokasikan varians keluaran dari proses produksi
ke masing-masing unit persediaan secara otomatis, sehingga alokasi
varians harus dilakukan secara manual. Beberapa perusahaan yang
menggunakan ERP sejenis tampaknya tidak menaruh perhatian terhadap
alokasi varians ini, padahal, sebagaimana akan terlihat pada bagian
akhir tulisan ini, pengalokasian varians yang tepat sebenarnya dapat
memberikan masukan bagi manajemen dalam menganalisa, mengevaluasi
dan



memperbaiki kinerja operasinya.

Sebagaimana lazimnya proses pabrikasi lainnya, dengan sedikit
perbedaan, maka persediaan di PTEI juga akan terbagi menjadi
beberapa unsur,yaitu raw material, packing material, work in
process, half finished goods dan finished goods. Pembedaan
terminologi work in process dan half finished goods hanya
mencerminkan kondisi beberapa persediaan setengah jadi (half
finished) yang bisa langsung dijual atau diproses lebih lanjut (work
in process). Mengingat keinginan manajemen untuk mengidentifikasi
besarnya biaya yang diserap oleh setiap unsur persediaan, sehingga
proses estimasi penentuan laba per unit dari setiap item dan biaya
produksi dapat dilakukan, maka masalah alokasi atas akumulasi
varians yang muncul ke masing-masing jenis persedian harus
diperhitungkan. Yang menjadi tantangan adalah PTEI bergerak dalam
industri farmasi dan menghasilkan lebih dari 30 jenis obat dan
masing masing jenis membutuhkan beragam bahan baku sebagai input,
berdasarkan formulasi yang beragam, sehingga pengalokasian setiap
varians yang berasal dari pembelian bahan baku, pemakaian bahan
baku, tenaga kerja dan biaya overhead pabrik menjadi sebuah proses
yang tidak sederhana.

Setelah melalui pembahasan dan penghitungan yang detail, akhirnya
dibuat rumusan untuk alokasi varians. Perhitungan alokasi varians
belum dilakukan dengan metode activity based accounting, dengan alas
an masih terdapat banyak aktivitas yang sulit ditelusuri cost
drivernya. Namun dengan pendekatan serupa, serta dengan
mempertimbangkan beberapa keterbatasan seperti sulitnya
mengidentifikasi alokasi jumlah unit bahan baku yang digunakan untuk
multi produk yang melewati beberapa proses di floor produksi, common
cost yang muncul pada biaya tenaga kerja dan overhead yang tidak
selalu terkait dengan jam kerja buruh dan mesin, atau penyimpangan
yang terlalu jauh bila hanya menggunakan kuantitas sebagai dasar
alokasi dan sebagainya, akhirnya diputuskan untuk mengalokasikan
varians tersebut ke unit produksi dengan dasar alokasi pada table di
bawah ini:

Jenis Varians Dasar Alokasi ke unit produksi
Purchase price variance Nilai Purchase Order (Issued PO)
Material rate variance Nilai Work Order (Issued WO)
Material usage variance Nilai Work Order (Issued WO)
Price revaluation variance Biaya revaluasi aktual
Labor rate variance Total biaya tenaga kerja
Labor usage variance Jumlah jam kerja buruh
Burden rate variance Jumlah jam kerja mesin
Account payable usage variance Biaya aktual
Account payable rate variance Biaya actual

Dalam menghitung alokasi ini, juga mempertimbangkan asumsi arus
barang berdasarkan First In First Out (FIFO) yaitu asumsi bahwa
barang pertama masuk ke dalam produksi merupakan barang yang pertama
keluar sebagai output produksi. Dengan demikian varians yang melekat
pada saldo awal persediaan finished goods, yang diperoleh melalui
perhitungan saat migrasi sistem ke ERP dilakukan, bila ternyata pada
akhir periode berdasarkan asumsi FIFO sudah tidak ada di persediaan
akhir, maka seluruh varians dari saldo awal tersebut akan dibebankan
ke Cost of Goods Sold (COGS) yaitu harga pokok penjualan. Sedangkan
bila ternyata tidak semua persediaan finished goods yang ada di
saldo awal bisa terjual, maka sebagian varians akan melekat di saldo
akhir persediaan yang tidak terjual. Asumsi FIFO digunakan karena
jauh lebih sederhana dibandingkan dengan metode Weighted Average
(rata-rata tertimbang) yang menghitung rata-rata nilai persediaan
setiap kali terdapat penambahan atau persediaan sepanjang proses
produksi, dan mengikuti kemampuan ERP yang digunakan.

Cara pengalokasian varians juga menggunakan cara yang paling
sederhana yaitu secara proporsional dengan menggunakan dasar alokasi
pada tabel di atas. Sehingga suatu proses produksi yang melewati
beberapa tahap proses akan melalui alokasi varians secara
proposional ke dari satu proses ke proses berikutnya. Pada dasarnya,
karena akumulasi dari varians baru diketahui pada akhir periode,
maka pengalokasian ke unit produksi langsung pada saat terjadi
varians tidak dilakukan. Hal ini menyebabkan pengalokasian varians
dilakukan secara proporsional hanya pada akhir periode ke masing-
masing unit produksi yang terjual dan yang tertinggal di persediaan
akhir, juga meninggalkan distorsi dari nilai persediaan aktual
setelah alokasi dilakukan.

Dengan menggunakan metode ini ada beberapa keuntungan yang bisa
diperoleh:
1. Metode tidak terlalu rumit untuk diimplementasikan.
2. Analisa dari biaya aktual setelah alokasi untuk setiap jenis
unit produksi dapat dilakukan dengan lebih baik.
3. Sebagai early warning sistem atas terjadinya proses produksi
yang tidak baik.
4. Kemampuan manajemen dalam melakukan rencana produksi yang
lebih baik dengan mengurangi varians yang berlebihan akibat proses
produksi yang tidak favorable.
5. Memperbaiki secara periodik rate standard yang belum tepat
sehingga selisih antara aktual dan standar tidak terlalu besar.
6. Memperbaiki analisa atas Cost of Goods Manufactured dan Cost
of Goods Sold.
7. Masukan bagi strategi pemasaran untuk pricing strategy dan
fokus atas segmen pasar yang menjadi target, berdasarkan perhitungan
unit cost aktual.
8. Menjadi pertimbangan oleh Top Management dalam melakukan
profit planning.

Namun metode ini juga tidak terlepas dari beberapa kelemahan
mendasar:
1. Distorsi yang tidak bisa dihindari karena sistem ERP tidak
melakukan alokasi langsung ke masing-masing unit produksi saat
varians terjadi, dan terakumulasi hanya pada total varians di akhir
periode.
2. Sulitnya menentukan cut-off dari timing alokasi varians
dilakukan, terutama untuk varians yang terjadi pada level work in
process pada routing awal yang kemudian tersebar pada beberapa
routing di proses produksi level berikutnya. Mengingat terdapat
puluhan production line yang harus dilakukan berbagai alokasi
varians, pertanyaan seperti kapan suatu varians harus ditambahkan
dulu oleh varians yang lain sebelum dialokasikan kembali akan sulit
dijawab karena tidak adanya penentuan cut-off tersebut.
3. Simplifikasi alokasi varians yang menggunakan metode
proporsional juga dapat menyebabkan distorsi dalam penilaian
persediaan

Perusahaan yang menggunakan ERP dalam kegiatan operasinya sebaiknya
mempertimbangkan hal-hal di atas, mengingat perbedaan perlakuan atas
pentingnya alokasi varians antar perusahaan. Bila perusahaan Anda
ternyata memiliki kepedulian tentang hal ini, ada baiknya sebelum
Anda memilih implementasi ERP tertentu, Anda mempertimbangkan apakah
ERP memiliki fasilitas yang memadai untuk melakukan alokasi varians,
atau perusahaan Anda dengan keterbatasan dana yang ada, memiliki
kompetensi yang cukup dan lebih cost efficient untuk mengembangkan
ERP dalam mengantisipasi masalah varians tersebut.

Pengetahuan SAP BW/BI trend kedepan

Pengetahuan SAP BW/BI trend kedepan


Pengetahuan tentang pemrograman bahasa ABAP tingkat lanjut juga sangat
penting jika ingin mendalami SAP BW (Release 2.0 - 3.5) setelah itu
namanya SAP BI (Release 7.0 - 7.10).

Pemakaian SAP BI (Business Intelligent) ini sangat dominant sekali di
hampir semua perusahaan yang memakai teknologi SAP karena di dalamnya
terdapat Analytical business process seperti: BPS (Business Process
Simulation) - SEM (Strategic Enterprise management), Balanced
Scorecard dan CPM (Corporate Performance Management). Apalagi setelah
SAP mengambil alih kepemilikan Business Object dan Outlooksoft
mungkin banyak sekali fiture-fiture terbaru dalam SAP BW/BI untuk
beberapa tahun kedepan.

Di beberapa big corporation besar, Pekerjaan SAP BW/BI itu dibagi
dalam 2 category:

1. Functional (Reporting, Configuration Business Content, Query
development, User training dan Controlling)
2. Technical ( Backend Process - Performance Tuning, datamodel,
Portal, Role dan Authorization serta ETL (Extraction, Transformation,
dan Loading), Yang terakhir ini banyak sekali pemakaian pemrograman
ABAPnya.

Konsep Dasar ERP

Konsep Dasar ERP

Sistem ERP adalah sebuah terminologi yang diberikan kepada sistem informasi yang mendukung transaksi atau operasi sehari-hari dalam pengelolaan sumber daya perusahaan. Sumber daya tersebut meliputi dana, manusia, mesin, suku cadang, waktu, material dan kapasitas.

Konsep Dasar ERP

Sistem ERP dibagi atas beberapa sub-Sistem yaitu Sistem Financial, Sistem Distribusi, Sistem Manufaktur, dan Sistem Human Resource. Contoh sistem ERP komersial antara lain: SAP, Baan, Oracle, IFS, Peoplesoft dan JD.Edwards. Selain itu salah satu sistem ERP open source yang populer sekarang ini adalah Compiere.

Untuk mengetahui bagaimana Sistem ERP dapat membantu Sistem operasi bisnis kita, mari kita perhatikan suatu kasus kecil seperti di bawah ini :

Katakanlah kita menerima order untuk 100 unit Produk A. Sistem ERP akan membantu kita menghitung jumlah barang yang dapat diproduksi berdasarkan segala keterbatasan sumber daya yang ada saat ini. Apabila sumber daya tersebut tidak mencukupi, Sistem ERP dapat menghitung berapa lagi sumber daya yang diperlukan, sekaligus membantu kita dalam proses pengadaannya. Ketika hendak mendistribusikan hasil produksi, Sistem ERP juga dapat menentukan cara pemuatan dan pengangkutan yang optimal kepada tujuan yang ditentukan pelanggan. Dalam proses ini, tentunya segala aspek yang berhubungan dengan keuangan akan tercatat dalam Sistem ERP tersebut termasuk menghitung berapa biaya produksi dari 100 unit tersebut.

Dapat kita lihat bahwa data atau transaksi yang dicatat pada satu fungsi/bagian sering digunakan oleh fungsi/bagian yang lain. Misalnya daftar produk bisa dipakai oleh bagian pembelian, bagian perbekalan, bagian produksi, bagian gudang, bagian pengangkutan, bagian keuangan dan sebagainya. Oleh karena itu, unsur 'integrasi' itu sangat penting dan merupakan tantangan besar bagi vendor-vendor Sistem ERP.

Pada prinsipnya, dengan Sistem ERP sebuah industri dapat dijalankan secara optimal dan dapat mengurangi biaya-biaya operasional yang tidak efisien seperti biaya inventory (slow moving part, dll.), biaya kerugian akibat 'machine fault' dll. Di negara-negara maju yang sudah didukung oleh infrastruktur yang memadaipun, mereka sudah dapat menerapkan konsep JIT (Just-In-Time). Di sini, segala sumberdaya untuk produksi benar-benar disediakan hanya pada saat diperlukan (fast moving). Termasuk juga penyedian suku cadang untuk maintenance, jadwal perbaikan (service) untuk mencegah terjadinya machine fault, inventory, dsb


Kelebihan dan Kekurangan ERP

Kadang ada mitos yang salah atau mungkin bisa dibilang harapan para owner bahwa dengan ERP, fungsionalitas perusahaan Anda akan meningkat dalam sehari itu juga ketika ERP sudah ‘go live’. Ekspektasi yang tinggi dan peningkatan kualitas dan daya saing bergantung dengan seberapa baik sistem ERP cocok dengan fungsionalitas perusahaan dan seberapa baik tailormade dan proses konfigurasi sistem cocok dengan budaya, strategi dan struktur dari perusahaan.





















Best Practice dan Business Process Reengineering

Sistem ERP dirancang berdasarkan proses bisnis yang dianggap 'best practice' - proses umum yang paling layak di tiru. Misalnya, bagaimana proses umum yang sebenarnya berlaku untuk pembelian (purchasing), penyusunan stok di gudang dan sebagainya.

Untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari Sistem ERP, maka industri kita juga harus mengikuti 'best practice process' (proses umum terbaik) yang berlaku. Disini banyak timbul masalah dan tantangan bagi industri kita di Indonesia. Tantangannya misalnya, bagaimana merubah proses kerja kita menjadi sesuai dengan proses kerja yang dihendaki oleh Sistem ERP, atau, merubah Sistem ERP untuk menyesuaikan proses kerja kita.

Proses penyesuaian itu sering disebut sebagai proses Implementasi. Jika dalam kegiatan implementasi diperlukan perubahan proses kerja yang cukup mendasar, maka perusahaan ini harus melakukan
Business Process Reengineering (BPR) yang dapat memakan waktu berbulan bulan.

Senin, 22 Juni 2009

Proyek Software (dengan Konsep Kepercayaan & dibawah tangan)

Proyek Software terkini, hanya mengacu pada sistem yang ingin dikembangkan oleh Software Budgeting saja atau lebih dikenal pemilik Proyek.
sedangkan dalam Dunia Software Engineer CDR(Collecting Data Requirements),harus berdasar pada Sistem Requirements.
ada banyak komponen, hal tersebut terjadi.
Pemegang kuasa / Kepala Bagian dari perusahaan tersebut menginginkan hal yang tidak sama dengan pengembang proyek setelah Sign Of Contract atau Kontrak Kerjasama sudah ditandatangani.
hingga akan berakibat pada software yang telah dibangun menjadi sia-sia dan memungkinkan Software yang sudah dibuat tidak akan diterima oleh pihak Pemilik proyek.
untuk mencari titik tengah,SOftware harus dibuat ulang. tentu dengan sistem yang di-inginkan Oleh Pemegang Kuasa tersebut.
walaupun dari sisi Perusahaan Software Development,itu merugikan waktu & biaya.
tapi itulah jalur tengah, walaupun dari salah satu pihak harus mengalah untuk menang.

THIS IS THE WHITE LINE OF ROAD..